DAMPAK PENCEMARAN TERHADAP LINGKUNGAN SERTA AKIBATNYA

MAKALAH EKONOMI SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

DAMPAK PENCEMARAN TERHADAP LINGKUNGAN SERTA AKIBATNYA




OLEH :

PIPIN NOVRIDINATA

07/ 88874

EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2009




BAB I

PENDAHULUAN




A. LATAR BELAKANG

Dampak pencemaran merupakan suatu kaidah atau norma maupun koridor hukum Lingkungan Hidup, dimana tetap saja terjadi pelanggaran terhadap pencemaran Lingkungan Hidup sewaktu- waktu dapat menggangu kehidupan manusia dibumi ini, seperti bencana alam yang ditimbulkan akibat pencemaran tersebut.

Atas dasar tersebut maka seharusnyalah perlu adanya peraturan yang mengatur secara tegas dan tajam untuk mencegah terjadi pencemaran lingkungan hidup dalam hal ini peraturan/ undang- undang mengenai AMDAL . Sebagai kewenangan atau prodak dari Pemda maupun Pemerintah Pusat.

B. RUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang terjadi yaitu :

1. Bagaimanakah Pendekatan Instrumental yang berupa Undang-undang dan Pendekatan Alam akibat dampak pencemaran Lingkungan Hidup yang berpengaruh terhadap kondisi internal maupun eksternal ?

2. Bagaimanakah caranya untuk memperkecil akibat dampak pencemaran Lingkungan Hidup tersebut agar terhindar dari berbagai macam bencana yang sering terjadi ?

C. TUJUAN

Untuk membahas dan menganalisa sampai sejauh manakah akibat pencemaran lingkungan hidup walaupun sudah diatur oleh undang- undang lingkungan hidup, baik oleh Peraturan AMDAL , Peraturan Limbah B3, Peraturan Pencemaran Air dan Peraturan Pencemaran udara. Serta untuk memenuhi tugas akhir semester penulis khususnya.


BAB II

KAJIAN TEORI


Kerangka Teori dan Konsep, menggunakan teori dari H.L.A. HART yang mendefinisikan “ Bahwa suatu konsep tentang hukum yang mengandung unsur- unsur kekuasaan yang berpusat kepada kewajiban tertentu didalam Gejala hukum yang tampak dari kehidupan bermasyarakat”.

Kerangka dasar / Landasan Hukum adalah UU Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3 ) bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, yang pengusaannya ditugaskan kepada negara Republik Indonesia, harus dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat, TAP MPR IX/MPR/2001 Uraian 116D dan 116E, dan Peraturan Pemerintah RI No.51 Tahun 1993 tentang analisis mengenai dampak lingkungan, PP NO.51 tahun 1993 KEPMEN LH No.10 Th 1994 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan (KEPMEN LH No.11 Th 1994, KEPMEN LH No.12 Th 1994, KEPMEN LH No.13 Th 1994, KEPMEN LH No.14 Th 1994, KEPMEN LH No.15 Th 1994); KEPMEN LH No.42 Th 1994,KEPKA BAPEDAL No.056 Tahun 1994, KEPMEN LH No.54 1995, KEPMEN LH No.55 Th 1995, KEPMEN LH No.57 Th 1995, KEPMEN LH No.39 Th 1996 dan KEPKA BAPEDAL No.299/BAPEDAL/11/1996 tentang Pedoman Teknis kajian Aspek I Sosial dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. LIMBAH B3 ( bahan berbahaya dan beracun ) : PP No.19 Th 1995, PP 12 Th 1994 tentang perubahan PP No.19 Th 1994; PENCEMARAN AIR : PP RI No.20 Th 1990, KEPMEN LH. No.52/MENLH/101/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair, KEPMEN LH.No.58/MENLH/12/1995, KEPMEN LH No.42/MENLH/101/1996 KEPMEN LH No.43/MENLH/101/1996, dan PENCEMARAN UDARA : KEPMEN LH No.35/MENLH/101/1993, KEPMEN LH No.Kep-13/MENLH/3/1995, KEPMEN LH No.50/MENLH/11/1996.

Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia, ruang bagi kehidupan dalam segala aspek sesuai dengan Wawasan Nusantara dan dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum diamanatkan dalam UUD 1945, serta untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan. Atas dasar tersebut perlunya melaksanakan pengelolan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup.

Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup , serta pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan , pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Oleh sebab itu, maka sangat perlu untuk dilakukannya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup sebagai upaya dasar dan terencana, memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Mempersiapkan sumber daya merupakan sebagai unsur lingkungan hidup yang terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya alam baik hayati maupun non hayati dan sumber daya buatan.

Dengan melakukan upaya pencegahan terhadap pencemaran tersebut maka haruslah melihat kepada hal menangani baku mutu lingkungan hidup, yang merupakan tolak ukur batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada unsur pencemaran yang tenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Dimana pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.

Ruang Lingkup Lingkungan Hidup terdiri dari pendekatan Instrumental, Pendekatan Hukum Alam , yang diuraikan berikut :

1. Pendekatan Instrumental

Didasari kepada asas, tujuan dan sasaran pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bagi setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan kewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dengan tujuan untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, pada setiap kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, karena pada setiap kegiatan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.

Berdasarkan masalah diatas perlu suatu persyaratan pada setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. Atas dasar tersebut perlunya melakukan pengawasan terhadap setiap usaha atau kegiatan dengan menunjuk pejabat yang berwenang melakukan pengawasan terhadap setiap usaha atau kegiatan dengan menunjuk pejabat yang berwenang melakukan pengawasan terhadap lingkungan hidup dalam hal ini Pemerintah Daerah dan Kepala Daerah yang dibentuk khusus oleh Pemerintah. Pemerintah Daerah ( Gubernur ) berwenang melakukan paksaan perintah terhadap penanggung jawab terhadap kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran berupa pencabutan izin usaha atau kegiatannya.

Untuk melakukan peningkatan kinerja usaha atau kegiatan pemerintah mendorong penanggung jawab usaha atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup. Dan untuk menyelesaikan terhadap lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa, sedangkan penyelesaian sengketa diluar sidang tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup.

2. Pendekatan Hukum Alam

Dalam pendekatan hukum alam tidak terlepas dari Hukum Kehutanan yang mengatur hak- hak penguasaan atas hutan dan hasil hutan. Menurut UU No. 5 tahun 1967 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Kehutanan ( LN.8/1967, TLN.2832 ), Hutan adalah suatu lapangan bertumbuh pohon- pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya oleh pemerintah ditetapkan sebagai hutan, industri, kayu bakar, bambu, rotan, rumput-rumputan dan hasil hewan seperti satwa buru, satwa elok. Berdasarkan hukum adat sebagai dasar pembangun hukum, didalam mengadakan unifikasi hukum adalah tidak memilih hukum adat sebagai dasar utama pembangun hukum tanah yang baru yang secara sadar diadakan kesatuan hukum yang memuat lembaga- lembaga dan unsur- unsur yang baik.

Kajian Hukum Lingkungan Hidup adalah merupakan komponen aspek sosial yang perlu dikaji secara mendalam didalam menyusun analisis mengenai dampak lingkungan sehingga dampak negatif akibat suatu kegiatan terhadap komponen tersebut dapat dikelola dengan baik. Aspek sosial dalam analisis mengenai dampak lingkungan ( AMDAL ) adalah yang dilakukan terhadap komponen demografi dan budaya serta bagian yang tidak terpisahkan dari komponen lain dalam penyusunan AMDAL. Analisis mengenai dampak lingkungan sebagaimana dalam pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1993 tentang analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) adalah hasil studi mengenai dampak penting suatu atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.

Atas dasar tersebut pedoman teknis kajian aspek sosial menjadi penting dalam menyusun AMDAL dan ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kajian- kajian komponen lain dengan tujuan untuk memahami dan melakukan kajian mengenai aspek- aspek sosial dalam penyusunan AMDAL, untuk memahami segala aspek biogeofisik dan sosial dalam AMDAL dan untuk membantu mempermudah proses penyusunan aspek sosial dalam studi AMDAL.

Mengenai ruang lingkup adalah merupakan proses awal untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting potensial yang timbul sebagai akibat rencana usaha atau kegiatan yang diperlukannya tiga hal dalam pelingkup AMDAL, yaitu:

1. Identifikasi Dampak Potensial dalam proses identifikasi dampak potensial dapat dipergunakan beberapa cara yaitu daftar uji, matrik interaksi sederhana, bagan alir, penelaahan pustaka, pengamatan lapangan, analisis isi dan interaksi kelompok,

2. Evaluasi Dampak Potensial bertujuan untuk menyeleksi dan menetapkan komponen dampak potensial aspek sosial yang relevan untuk ditelaah yaitu dengan menggunakan beberapa pertanyaan,

3. Pemusatan dampak penting (focusing) yang bertujan untuk mengelompokkan atau mengkategorikan dampak penting yang telah dirumuskan sebelumnya agar diperoleh isu- isu pokok lingkungan secara utuh dan lengkap dengan memperhatikan :

a. Dampak rencana usaha atau kegiatan terhadap komponen lingkungan yang akan mengalami perubahan mendasar / dampak penting,

b. Dampak rencana aspek sosial yang mengakibatkan timbulnya dampak penting pada aspek fisik, kimia dan biologi.

Metode pendekatan dan fungsi hukum adalah kebijakan yang mengkaji lingkungan hidup dengan menggunakan metode pendekatan dan fungsi hukum dengan melihat segala aspek dampak pencemaran, akibat pencemaran, hukum sebagai kontrol dan sanksi hukum terhadap lingkungan hidup. Karena pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku kegiatan atau usaha melalaikan hal- hal yang merugikan lingkungan hidup.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Dampak Pencemaran Terhadap Lingkungan Hidup

Pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, proses pelaksanaan pembangunan disatu pihak menghadapi permasalahan jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertambahan yang tinggi, akan tetapi tersedianya sumberdaya terbatas. Pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat tersebut, baik generasi sekarang maupun generasi mendatang adalah pembangunan berwawasan lingkungan. Untuk mencapai tujuan utama tersebut sejak awal perencanaan usaha atau kegiatan sudah diperkirakan perubahan zona lingkungan akibat pembentukan suatu kondisi lingkungan yang baru, baik menguntungkan maupun yang merugikan. Pengaturan lebih lanjut mengenai usaha atau kegiatan yang akan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup. Analisa mengenai dampak lingkungan kedalam proses perencanaan suatu usaha atau kegiatan diambil keputusan optimal berbagai alternatif, analisis mengenai dampak lingkungan merupakan salah satu alat untuk mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan oleh suatu rencana atau kegiatan terhadap lingkungan hidup, guna mempersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif. Mengenai dampak lingkungan hidup dapat disebabkan oleh rencana kegiatan disegala sektor seperti :

1. Bidang pertambangan dan energi yaitu, pertambangan umum, transmisi, PLTD/PLTG/PLTGU, eksploitasi, kilangan/ pengolahan dan transmisi minyak / gas bumi,

2. Bidang kesehatan yaitu, rumah sakit kelas A/ setara kelas A atau kelas I dan industri farmasi,

3. Bidang pekerjaan umum yaitu, pembangunan waduk, irigasi dan kanalilasi, jalan raya/ tol, pengolahan sampah, peremajaan kota dan gedung bertingkat/ apartemen,

4. Bidang pertanian yaitu, uasaha tambak udang, sawah, perkebunan, dan pertanian,

5. Bidang parpostel seperti hotel, padang golf, taman rekreasi, dan kawasan pariwisata,

6. Bidang transmigrasi dan pemukiman perambahan hutan,

7. Bidang perindustrian seperti, industri semen, kertas pupuk kimia, peleburan baja, timah hitam, galangan kapal, pesawat terbang dan industri kayu lapis,

8. Bidang perhubungan seperti, pembangunan jaringan kereta api, pembangunan pelabuhan dan Bandar udara,

9. Bidang perdagangan,

10. Bidang pertahanan dan keamanan seperti, pembangunan gedung amunisi, pangkalan angkatan laut, pangkalan angkatan udara dan pusat latihan tempur,

11. Bidang pengembangan tenaga nuklir seperti, pembangunan dan pengoperasian reactor nuklir dan nuklir non reactor,

12. Bidang kehutanan yaitu, pembangunan taman safari, kebun binatang, hak pengusaha hutan, hak pengusahaan hutan tanaman industri (HTI) dan pengusaha pariwisata alam,

13. Bidang pengendalian bahan berbahaya dan beracun (B3) dan

14. Bidang kegiatan terpadu atau multisektor (wajib AMDAL).

B. Akibat Pencemaran Terhadap Lingkungan Hidup

Mengenai akibat pencemaran terhadap lingkungan hidup harus melihat ukuran dampak penting terhadap lingkungan yang perlu disertai dasar pertimbangan yaitu terhadap penilaian pentingnya dampak lingkungan berkaitan secara relatif dengan besar kecilnya rencana usaha atau kegiatan yang berhasil guna dan daya guna. Apabila rencana usaha atau kegiatan dilaksanakan dengan didasarkan pada dampak usaha atau kegiatan terhadap salah satu aspek lingkungan atau terhadap dan kaitannya dengan aspek- aspek lingkungan lainnya dalam batas wilayah yang telah ditentukan. Perlu diketahui dampak terhadap lingkungan atas dasar kemungkinan timbulnya dampak positif atau dampak negatif tidak boleh dipandang sebagai faktor yang masing-masing berdiri sendiri, melainkan harus diperhitungkan bobotnya guna dipertimbangkan hubungan timbal baliknya untuk mengambil keputusan. Sedangkan yang menjadi ukuran dampak penting terhadap lingkungan hidup adalah :

a. Jumlah manusia yang akan terkena dampak tersebut pengertian manusia yang akan terkena dampak mencakup aspek yang sangat luas terhadap usaha atau kegiatan, yang penentuannya didasarkan pada perubahan sendi- sendi kehidupan masyarakat dan jumlah manusia yang terkena dampaknya tersebut. Manusia yang secara langsung terkena dampak lingkungan akan tetapi tidak menikmati manfaat dari usaha atau kegiatan yang telah dilaksanakan,

b. Terhadap luas wilayah persebaran dampak merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan pentingnya dampak terhadap lingkungan, rencana usaha atau kegiatan mengakibatkan adanya wilayah yang mengalami perubahan mendasar dari segi intensitas dampak atau tidak berbaliknya dampak atau segi kumulatif dampak,

c. Lamanya dampak berlangsung pada suatu tahap tertentu atau pada berbagai tahap dari kelangsungan usaha atau kegiatan, dengan kata lain akan berlangsung secara singkat yakni hanya pada tahap tertentu siklus usaha atau kegiatan akan tetapi dapat pula berlangsung relatif lama yang akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan lingkungan didalam masyarakat atau manusia dilingkungannya yang telah merusak tatanan dan susunan lingkungan hidup disekitarnya,

d. Intensitas dampak mengandung pengertian perubahan lingkungan yang timbul bersifat hebat atau drastis serta berlangsung diareal yang luas dalam kurun waktu yang relatif singkat, menyebabkan terjadinya perubahan yang mendasar pada komponen lingkungan hidup. Berdasarkan pertimbangan ilmiah dapat mengakibatkan spesies- spesies yang langka atau endemic terancam punah atau habitat alamnya mengalami kerusakan,

e. Komponen lingkungan lain yang terkena dampak, akibat rencana usaha atau kegiatan menimbulkan dampak sekunder dan dampak lanjutan lainnya yang jumlah komponennya lebih atau sama dengan komponen lingkungan yang terkena dampak primer,

f. Sifat kumulatif dampak adalah pengertian bersifat bertambah, menumpuknya atau bertimbun, akibat kegiatan atau usaha yang pada awalnya dampak tersebut tidak tampak atau tidak dianggap penting, akan tetapi karena aktivitas bekerja secara berulang kali atau terus menerus maka lama kelamaan dampaknya bersifat kumulatif yang mengakibatkan pada kurun waktu tertentu tidak dapat diasimilasikan oleh lingkungan alam atau sosial dan menimbulkan efek yang saling memperkuat ( sinergetik ) akibat pencemaran,

g. Berbalik dan tidak berbaliknya dampak ada yang bersifat dapat dipulihkan dan terdapat pula yang tidak dapat dipulihkan walaupun upaya manusia untuk memulihkannya kembali, karena perubahan yang akan dialami oleh suatu komponen lingkungan yang tercemar dengan kadar pencemaran yang sangat tinggi, tidak dapat dipulihkan kembali seperti semula.

C. Hukum Sebagai Sosial Kontrol Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup

Merupakan sosial kontrol akibat pencemaran lingkngan hidup, haruslah ada ketentuan peraturan dan perundang- undangan yang mengatur serta membatasi atau mencegah agar tidak terjadi pencemaran lingkungan hidup disegala aspek kehidupan manusia baik secara sadar atau tidak sadar pencemaran tersebut terjadi.

Dengan berlakunya UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup adalah sebagai koridor hukum sekaligus sebagai sosial kontrol terhadap dampak lingkuungan hidup yang terjadi akibat suatu usaha atau kegiatan dari berbagai sektor yang menimbulkan pencemaran berupa limbah B3 ( bahan berbahaya dan beracun) telah dibatasi undang- undang yang mengatur tentang limbah sebagai berikut : PP No.19 Th 1995, PP 12 Th 1994 tentang perubahan PP No. 19 Th 1994 dan undang- undang yang mengatur terhadap pencemaran air adalah :

1. PP RI No. 20 Th.1990

2. KEPMEN LH No.52/MENLH/101/1995 tentang baku mutu limbah cair

3. KEPMEN LH No.58/MENLH/12/1995

4. KEPMEN LH No.42/MENLH /101/1996

5. KEPMEN LH No.43/MENLH/101/1996

Dengan berlakunya undang- undang lingkungan hidup merupakan sebagai payung hukum terhadap lingkungan hidup yang sesuai dengan hukum adat, hukum agraris dan hukum sosiologi yang hidup dan tumbuh didalam masyarakat. Peraturan lingkungan hidup diberlakukan berdasarkan kebijakan dasar dan kebijakan pemberlakuan yang berlaku secara internal maupun eksternal untuk melindungi kehidupan masyarakat Indonesia serta alam lingkungan negara Indonesia agar tidak tercemar akibat segala kegiatan atau usaha dari pelaku usaha disegala sektor tersebut.

D. Sanksi Hukum Terhadap Pelanggaran lingkungan Hidup

Mengenai sanksi hukum terhadap pelaku pelanggaran lingkungan hidup dan yang telah diatur oleh Undang- Undang No. 23 tahun 1997 mengatur mengenai sanksi berupa Administrasi diatur oleh Pasal 25 sampai pasal 27 dan sanksi pidana diatur oleh pasal 41 sampai pasal 48. Penggunaan sanksi administrasi merupakan sebagai hukuman yang dijatuhkan bagi pelaku pelanggaran terhadap lingkungan hidup , berupa pencabutan perizinan usaha yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan berakibat usaha berhenti total, dengan kewajiban memulihkan kembali lingkungan hidup yang tercemar tersebut. Dapat dikenakan pula sanksi piadana sebagai hukuman yang dilakukan sengaja, informasi palsu melakukan kegiatan yang mengakibatkan pencemaran atau pengrusakan terhadap lingkungan hidup dapat dipidana penjara sekurang- kurangnya 5 tahun atau seberat- beratnya 15 tahun atau denda sekurang- kurangnya Rp 100.000.000 atau sampai Rp 500.000.000 sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha lingkungan hidup. Jika masalah- masalah tersebut diabaikan akan mengakibatkan bencana yang tidak dapat dihindari atau dicegah oleh manusia, walaupun dengan teknologi yang modern sekalipun mengingat pemulihan terhadap lingkungan hidup yang telah rusak akibat pencemaran memerlukan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup tersebut. Walaupun sudah terdapat Undang- Undang No.23 tahun 1997 tentang lingkungan hidup merupakan payung hukum yang membatasi segala tindak pelaku usaha atau kegiatan dengan diatur pula mengenai sanksi administratif dan sanksi pidananya, akan tetapi tetap harus diperhatikan dengan tindakan koordinasi dengan dasar surat keputusan bersama antara menteri lingkungan hidup, menteri dalam negeri, menteri luar negeri dan kapolri untuk melakukan pemantauan terhadap lingkungan hidup dan berdasarkan suatu kebijakan secara internal merupakan sebagai kewenangan menteri lingkungan hidup dengan UU No.23 tahun 1997 tetapi secara eksternal harus ikut sertanya instansi- instansi yang terkait seperti yang disebutkan diatas agar terciptanya lingkungan hidup yang terhindar dari pencemaran disegala sektor seperti penebangan hutan baik illegal maupun legal, pencemaran limbah kimia dari rumah sakit, pemborosan gas alam dan lain- lain. Masalah ini harus dilakukan pemantauan oleh instansi terkait yang mempunyai tanggung jawab masing- masing terhadap pencegahan pencemaran lingkungan hidup, maka akan dapat dimungkinkan terhindarnya berbagai macam bencana seperti bencana banjir, longsor, polusi terhadap bahan kimia maupun polusi udara akibat industri- industri maupun kendaraan bermotor.

Sebagai upaya untuk menganalisa permasalahan baik secara internal maupun secara eksternal terhadap permasalahan :

1. Bagaimanakah pendekatan instrumental yang berupa undang-undang dan pendekatan alam akibat dampak pencemaran lingkungan hidup,

2. Bagaimanakah caranya untuk memperkecil akibat dampak pencemaran lingkungan hidup tersebut agar terhindar dari berbagai macam bencana.

A. Menganalisa Faktor Internal

Menganalisa permasalahan secara faktor internal dengan melihat instrumental kepada undang- undang lingkungan hidup sebagai payung hukum dan pendekatan alam sebagai landasan dasar, didasari kepada asas, tujuan dan sasaran. Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas bekelanjutan dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bagi setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan kewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku. Berdasarkan pendekatan instrumental bertujuan untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup karena setiap kegiatan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup tersebut. Atas masalah diatas perlunya suatu persyaratan pada setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan untuk memperoleh izin melakukan usaha dan kegiatan dengan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup. Atas dasar tersebut perlunya melakukan pengawasan terhadap setiap usaha atau kegiatan dengan menunjuk pejabat yang berwenang melakukan pengawasan terhadap setiap usaha atau kegiatan dengan menunjuk pejabat yang berwenang melakukan pengawasan terhadap lingkungan hidup dalam hal ini Pemerintah Daerah dan Kepala Daerah yang dibentuk khusus oleh Pemerintah. Dengan demikian secara faktor internal yang bersandar kepada pendekatan instrumental adalah perangkat- perangkat hukum yang berupa undang- undang atau peraturan pemerintah yang mengatur tentang lingkungan hidup menjadi barometer dan koridor hukum agar tidak terjadinya pencemaran yang berkesinambungan terhadap lingkungan hidup. Begitu pula dengan pendekatan alam jika kita melihat secara faktor internal maka harus melihat kepada sistem hukum dan susunan masyarakat hukum adat yang hidup dilingkungan hidup jangan sampai mengganggu kehidupan masyarakat hukum adat tersebut, jangan sampai kehidupannya terganggu oleh pencemaran yang dilakukan oleh pelaku usaha atau kegiatan yang seperti penulis jelaskan diatas.

Dan secara faktor internal tidak terlepas dari Kehutanan yang mengatur hak- hak penguasaan atas hutan dan hasil hutan yang berlaku khusus terhadap bidang kehutanan dan pertanahan. Menurut UU No. 5 tahun 1967 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Kehutanan ( LN.8/1967, TLN.2832 ), Hutan adalah suatu lapangan bertumbuh pohon- pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya oleh pemerintah ditetapkan sebagai hutan, industri, kayu bakar, bambu, rotan, rumput-rumputan dan hasil hewan seperti satwa buru, satwa elok.

B. Menganalisa Faktor Eksternal

Menganalisa permasalahan secara faktor eksternal dengan melihat kepada instrumental kepada undang- undang lingkungan hidup sebagai payung hukum dan pendekatan alam sebagai landasan dasar yang secara faktor eksternal dipengaruhi ketentuan undang – undang internasional yang mengatur dan membatasi terhadap pencemaran lingkungan hidup dunia. Pendekatan instrumental dan pendekatan alam adalah merupakan faktor permasalahan yang secara eksternal dapat mengakibatkan tercemarnya lingkungan hidup semesta, apabila pada setiap negara didunia tidak melakukan atau membatasi pencemaran lingkungan hidup. Akibatnya pencemaran yang membawa bencana seperti pemansan global akibat industri dunia yang sangat berkembang pesat.



BAB IV

KESIMPULAN


Pada pendekatan instrumental merupakan disiplin ilmu teoritis yang umumnya mempelajari ketentraman dan berfungsinya hukum dengan tujuan disiplin ilmu untuk mendapatkan prinsip- prinsip hukum dan ketertiban yang didasari secara rasional dan didasarkan pada dogmatis yang mempunyai dasar yang akurat dan tidak terlepas dari pendekatan hukum alam. Sumber daya alam berdasarkan fungsi untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang- undang Dasar 1945 serta mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan pancasila perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dengan berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh untuk dapat memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan.

Pengertian lingkungan hidup itu sendiri adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain disertai pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup berkaitan terhadap ruang lingkup lingkungan hidup yang terdiri dari pendekatan instrumental dan pendekatan alam.

Kajian hukum lingkungan hidup yaitu identifikasi dampak potensial, evaluasi dampak potensial, pemusatan dampak penting. Terdapat pula dampak pencemaran terhadap lingkungan hidup, akibat pencemaran terhadap lingkungan hidup, dan sanksi hukum terhadap pelanggaran lingkungan hidup.

Analisa permasalahan secara faktor internal dengan melihat kepada instrumental undang- undang lingkungan hidup sebagai payung hukum dan pendekatan alam sebagai landasan dasar payung hukum dan pendekatan alam sebagai landasan dasar, didasari kepada asas, tujuan dan sasaran. Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas bekelanjutan dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan bekelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. . Berdasarkan pendekatan instrumental bertujuan untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup karena setiap kegiatan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup tersebut. Atas masalah diatas perlunya suatu persyaratan pada setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan untuk memperoleh izin melakukan usaha dan kegiatan dengan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup.

Adanya pendekatan alam jika kita melihat secara faktor internal maka harus melihat kepada sistem hukum dan susunan masyarakat hukum adat yang hidup didalam lingkungan hidup, jangan sampai mengganggu kehidupan masyarakat hukum adat tersebut yang berada didalamnya.

Begitu pula terhadap analisa permasalahan secara faktor eksternal dengan melihat kepada instrumenatal kepada undang- undang lingkungan hidup sebagai payung hukum dan pendekatan alam sebagai landasan dasar yang secara faktor eksternal dipengaruhi ketentuan undang – undang internasional tentang lingkungan hidup itu sendiri. Secara otomatis perlu keseragaman undang- undang atau resolusi antara negara internasional yang melakukan perlindungan terhadap lingkungan hidup akibat pengaruh globalisasi industri dunia.


DAFTAR PUSTAKA


Republik Indonesia, Undang- Undang No.23 Tahun 1997.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 1993.

Peraturan Pelaksanaan No.51 Tahun 1993.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 42 Tahun 1994 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan.

KEPMEN LH No.54 Tahun 1995 tentang Pembentukan Komisi AMDAL Terpadu/ Multisektor dan Regional.

KEPKA BAPEDAL No. 056 Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting.

KEPMEN LH No. 55 Tahun 1995 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Regional.

KEPMEN LH No. 57 Tahun 1995 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Usaha atau Kegiatan Terpadu/ Mulsektoral.

KEPMEN LH No. 39 Tahun 1996 tentang Jenis Usaha atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

Hambatan Usaha Kecil dan Menengah Dalam Kegiatan Ekspor

MAKALAH EKONOMI PEMBANGUNAN



Hambatan Usaha Kecil dan Menengah Dalam Kegiatan Ekspor










Oleh :

Y U L I A

07/ 88973

EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2010



KATA PENGANTAR


Seraya memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena penulis menyadari bahwa berkat rahmat dan hidayatnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul Hambatan Usaha Kecil dan Menengah Dalam Kegiatan Eksport .Karya tulis ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Ekonomi Pembangunan Lanjutan. Sehubungan dengan tersusunnya karya tulis ini penulis dapat mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang membantu dan membimbing penulisan ini.

Mudah-mudahan amal dan jasa baik mereka diterima oleh Allah SWT,dan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda. Amin dan semoga karya tulis ini bermanfaat, khususnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih terdapat kekurangan dan kelemahannya, oleh karena itu kritik dan saran para pembaca akan penulis terima dengan senang hati demi penyempurnaan karya tulis ini di masa yang akan datang. .

Padang, Jni 2010,

Penulis



BAB I

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Usaha kecil dan menengah merupakan pelaku bisnis yang bergerak pada berbagai bidang usaha, yang menyentuh kepentingan masyarakat. Berdasarkan data BPS (2008), populasi usaha kecil dan menengah (UKM) jumlahnya mencapai 42,5 juta unit atau 99,9 persen dari keseluruhan pelaku bisnis di tanah air. UKM memberikankontribusi yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 99,6 persen.Semenrtara itu, kontribusi UKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,7persen.

Peran UKM dalam ekspor nonmigas mengalami peningkatan, yaitu sebesar Rp 75,45 triliun atau 19,4 persen terhadap total ekspor nasional pada tahun 2000, menjadi Rp 75, 86 triliun atau 19,9 persen terhadap total ekspor nasional pada tahun 2003. Berdasarkan data tersebut sebenarnya UKM mempunyai prospek yang cukup baik dan memilki potensi besar untuk dikembangkan. Hal ini didukung dengan beberapa produk UKM yang selama ini dikenal sebagai

produk ekspor nonmigas dari negara kita, antara lain produk pertanian, perkebunan, perikanan, tekstil dan garmen, furniture, produk industry pengolahan, dan barang seni.

Namun, peran ekspor UKM relatif masih kecil, yang disebabkan UKM menghadapi berbagai hambatan dalam kegiatan ekspor tersebut. Oleh karena itu, produk UKM dalam kegiatan ekspor lebih banyak dilaksanakan oleh pengusaha-pengusaha besar atau eksportir yang mampu mereduksi, bahkan mengeliminasi hambatan-hambatan tersebut. Dalam upaya mereduksi atau bahkan mengeliminasi berbagai hambatan UKM dalam kegiatan ekspor tersebut, diperlukan dukungan pemerintah melalui suatu kebijakan yang implementatif.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah

1. Bagaimana kinerja UKM dalam kegiatan ekspor?

2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat UKM dalam kegiatam ekspor?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui kinerja UKM dalam kegiatan ekspor;

b. Mengetahui faktor-faktor yang menghambat UKM dalam kegiatan ekspor;

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan dalam kebijakan pemberdayaan UKM, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan ekspor produk UKM.

Adapun tujuan lain penulisan makalah ini adalah sebagai tugas akhir mata kuliah Ekonomi Pembangunan Lanjutan.


BAB II

PEMBAHASAN


UKM yang berorientasi ekspor, menurut (Tambunan, 2003) diklasifikasikan menjadi dua, yakni Produsen Eksportir (Direct Exporter) dan Eksportir Tidak Langsung (Indirect Exporter). UKM Produsen Ekspor adalah UKM yang menghasilkan produk ekspor dan menjualnya secara langsung kepada pembeli dari luar negeri (buyer) atau importir. Sementara itu, UKM Eksportir Tidak Langsung adalah UKM yang menghasilkan produk ekspor, yang melakukan kegiatan ekspor secara tidak secara langsung dengan buyer/importir, tetapi melalui agen perdagangan ekspor atau eksportir dalam negeri. Jumlah UKM Produsen Ekspor hanya 0,19 persen dari total UKM di Indonesia. Sedangkan 99,81 persen UKM lainnya melakukan ekspor secara tidak langsung dan/atau hanya melakukan penjualan di pasar domestik. Pada kelompok UKM Produsen Ekspor, jumlah UKM yang melakukan ekspor sendiri hanya 8,7 persen, sedangkan 91,3 persen UKM lainnya kegiatan ekspor dilakukan oleh importir.

Apabila ditilik dari nilai pangsa ekspor, pangsa nilai ekspor UKM Eksportir Tidak Langsung sebesar 99,02 persen, sedangkan pangsa ekspor UKM Produsen Eksportir sebesar 0,98

persen. Namun demikian, tingkat perolehan keuntungan yang diperoleh UKM Produsen Eksportir lebih besar dibandingkan dengan UKM Eksportir Tidak Langsung. Usaha Kecil (UK) yang mempunyai peranan besar dalam ekspor adalah UK yang mengandalkan keahlian tangan (hand made), seperti kerajinan perhiasan dan ukiran kayu. Karakteristik tersebut merupakan keunggulan UK, di mana lebih banyak mengandalkan keterampilan tangan, sehingga cenderung bersifat padat karya. Usaha skala besar (UB) yang cenderung bersifat padat modal, tentunya akan sulit masuk ke dalam dunia usaha ini. Di sisi lain, hal ini memberikan gambaran pentingnya UK dalam penyerapan tenaga kerja,utamanya pada saat krisis ekonomi.

Negara tujuan utama ekspor UK secara umum adalah Singapura, namun bila ditilik menurut komoditas, negara tujuan ekspor relatif beragam. Tingginya nilai ekspor ke Singapura memberikan gambaran masih terdapat potensi peningkatan nilai tambah atau economic rent UK terhadap produk yang diekspor, jika dapat langsung mengekspor ke negara konsumen utama. Hal ini karena Singapura merupakan negara “transit ekspor”, artinya produk UK yang diekspor ke Singapura akan diekspor lagi ke negara lain. Walaupun hampir tidak terjadi perubahan orientasi negara tujuan ekspor, namun pangsa ekspor ke tiap negara tujuan antar waktu cenderung berfluktuatif.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi UKM berorientasi ekspor tidak dapat melakukan ekspor secara langsung, yaitu export trading problem dan financing problem.

1. Export trading problem terjadi karena tingginya risiko kegiatan ekspor (baik risiko pembayaran maupun pengiriman barang), adanya tenggang waktu (time lag) dalam pembayaran, dan tingginya biaya ekspor.

2. Financing problem terjadi karena terbatasnya modal yang dimiliki UKM dan finance and guarantee institution problem, yakni rendahnya dukungan lembaga pembiayaan dan penjaminan ekspor terhadap UKM. Kondisi tersebut menngakibatkan strategi pemasaran UKM cenderung menunggu pembeli, sehingga mekanisme perdagangan yang terjadi umumnya adalah buyer.s market.

Sementara itu, Hardono (2003) mengemukakan bahwa pada dasarnya UKM memiliki hambatan yang bersifat klasik, yakni hambatan yang berkaitan dengan rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM), lemahnya manajemen usaha, rendahnya akses terhadap sumber pembiayaan dan pasar, serta rendahnya informasi dan teknologi yang dimilikinya. UKM yang memiliki hambatan dan kendala usaha berkaitan dengan ekspor diklasifikasikan menjadi dua, yakni internal dan eksternal. Hambatan internal adalah hambatan yang disebabkan kekurangan atau kelemahan yang melekat pada UKM itu sendiri. Hambatan eksternal adalah hambatan yang disebabkan adanya faktor luar yang tidak melekat pada UKM.

Beberapa aspek yang menjadi hambatan internal bagi UKM dalam kegiatan ekspor

adalah :

a. Masih rendahnya komitmen UKM dalam memenuhi pesanan pelanggan, baik lokal maupun mancanegara (on time delivery);

b. Masih minimnya sistem managemen yang diterapkan UKM, khususnya dalam aspek produksi, administrasi, dan keuangan;

c. Keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki UKM dalam rangka memenuhi pesanan;

d. Rendahnya kualitas SDM, sehingga dalam mengelola usahanya tidak didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang sangat rasional;

e. Terbatasnya modal yang dimiliki UKM, khususnya modal kerja;

f. Lemahnya jaringan komunikasi dan informasi dengan pihak-pihak terkait, seperti dalam pengadaan bahan baku, terkadang UKM hanya memiliki sumber terbatas, sehingga barang yang diperoleh harganya tinggi;

g. Rendahnya kemampuan UKM dalam riset dan pengembangan, sehingga belum memenuhi keinginan para buyer.

Di sisi lain, terdapat beberapa aspek yang menjadi hambatan eksternal bagi

UKM dalam kegiatan ekspor, yakni :

a. Tidak stabilnya pasokan dan harga bahan baku serta bahan pendukung lainnya;

b. Persyaratan dari buyer semakin tinggi, antara lain berkaitan dengan kualitas produk, kualitas lingkungan sosial, kualitas lingkungan kerja, harga yang bersaing, aspek ramah lingkungan;

c. Masih adanya regulasi pemerintah yang kurang kondusif sehingga dapat menghambat laju ekspor UKM;

d. Rendahnya akses UKM terhadap pasar, antara lain meliputi permintaan produk, standar kualitas produk, ketepatan waktu pengiriman, dan persaingan harga;

e. Rendahnya akses UKM terhadap sumber pembiayaan, antara lain meliputi informasi skim kredit dan tingginya tingkat bunga;

f. Masih munculnya biaya-biaya siluman yang berkaitan dengan ransportasi, kepabeanan, dan keamanan;

g. Kesulitan memenuhi prosedur dan jangka waktu yang relatif lama untuk mematenkan produk bagi UKM.

Permasalahan yang dihadapi UKM memang sangat kompleks, sehingga dibutuhkan berbagai pendekatan yang dapat mengurangi hambatan yang ada. Keputusan politik pemerintah di semua lini dan tingkatan yang berusaha memberdayakan UKM sudah tepat, mengingat potensi dan peran UKM terhadap pembangunan nasional. Hal yang penting dan mendasar adalah memberikan peluang yang lebih besar kepada para UKM dengan menekan atau mereduksi hambatan-hambatan yang muncul.

Pendekatan yang perlu dilakukan dalam mengurangi hambatan UKM dalam kegiatan ekspor, dapat ditempuh melalui upaya meningkatkan kemampuan finansial dan manajerial UKM, membangun jaringan pemasaran produk ekspor UKM, dan meningkatkan promosi produk ekspor UKM. Kebijakan/peraturan pemerintah yang kondusif dan keberpihakan yang signifikan dunia usaha, merupakan kunci keberhasilan dalam mereduksi hambatan UKM dalam kegiatan ekspor. Di samping itu, diperlukan pemetaan demand dan supply pada negara-negara tujuan ekspor. Hal ini akan sangat membantu UKM dalam menentukan jenis dan tujuan pasar produk ekspornya.

Faktor-Faktor Penghambat Ekspor Produk UKM

1 Akses Terhadap Sumberdaya Produktif

Akses terhadap sumberdaya produktif merupakan aset yang harus dimiliki pelaku bisnis. Akses terhadap sumberdaya produktif merupakan faktor yang menentukan dalam kelancaran dan keberhasilan aktivitas bisnis. Dalam hal ini, UKM masih menghadapi hambatan dalam mengakses sumberdaya produktif. Temuan lapang menunjukkan bahwa hambatan UKM dalam mengakses sumberdaya produktif terdapat pada pembiayaan dan pemasaran (64,29 persen), Jaringan bisnis (57,14 persen) dan teknologi (42,86 persen).

Kondisi tersebut di atas memerlukan bantuan/fasilitasi sebagai upaya meningkatkan akses UKM terhadap sumberdaya produktif. Bentuk fasilitasi yang dapat dilakukan adalah menyediakan pembiayaan dengan perlakuan tertentu, baik untuk investasi maupun modal kerja, yang memenuhi criteria persyaratan mudah, mekanisme cepat, dan biaya murah. Di samping itu,

diperlukan fasilitasi yang diarahkan pada pengembangan jaringan bisnis UKM agar UKM dapat meningkatkan akses pasar produknya.

Dalam era perdagangan bebas menuntut setiap pelaku bisnis memiliki akses yang cukup terhadap pasar untuk meningkatkan daya saingnya. Akses terhadap pasar merupakan kunci keberhasilan kegiatan ekspor. Justru hal inilah yang merupakan titik lemah yang dimiliki UKM pada umumnya. Sebagian besar UKM masih mengalami kesulitan dalam menembus pasar ekspor, sehingga memerlukan fasilitasi pihak lain untuk meningkatkan akses pasar ekspornya, baik pemerintah maupun mitra usahanya.

Hal ini ditunjukkan dengan temuan lapang bahwa sebagian besar UKM sampel memperoleh akses pasar ekspor melalui keikutsertaan pameran (85,71 persen) dan informasi dari mitra usahanya (71,43 persen). Sedang sebagian kecil memperolehnya melalui media masa (28,57 persen) dan internet (14,26 persen). Kondisi seperti uraian di atas, mengindikasikan bahwa UKM masih memerlukan upaya untuk meningkatkan akses pasar ekspornya. UKM dituntut untuk proaktif dalam mengakses pangsa pasar ekspor produknya. Dengan berbagai keterbatasan yang dimilikinya, UKM memerlukan fasilitasi dari pihak lain, termasuk pemerintah, untuk meningkatkan aksesibiltas terhadap pasar ekspor. Upaya ini dapat dilakukan melalui penyediaan dan penyebarluasan informasi, yang sesuai dengan kebutuhan UKM dalam kegiatan ekspor, terutama yang berkaitan dengan spesikasi produk dan negara tujuan ekspor.

2. Spesifikasi Produk

Pelaku bisnis dituntut untuk dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan selera konsumen atau permintaan pasar, yang memiliki kecenderungan cepat berubah, sehingga peredaran suatu produk di pasar memiliki siklus yang relatif pendek. Hal ini akan lebih memicu kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan daya saing produk. Namun demikian, hal ini pun merupakan kelemahan yang dimiliki UKM. UKM mengalami kesulitan dalam menghasilkan spesifikasi produk yang sesuai dengan perkembangan selera konsumen.

Temuan lapang memperlihatkan bahwa sebagian besar UKM sampel mengalami hambatan dalam desain (92,86 persen) dan kemasan (64,29 persen), sedangkan sebagian kecil mengalami hambatan pada warna (28,57 persen) dan bentuk (14,29 persen). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan UKM mengalami hambatan dalam menghasilkan produk dan kreativitas untuk menghasilkan inovasi produk sesuai dengan selera konsumen. Karena itu, UKM memerlukan pelatihan dan magang untuk meningkatkan keterampilan dalam menghasilkan produk yang berdaya saing. UKM memerlukan fasilitasi yang berkaitan dengan kebutuhan peralatan/teknologi dalam upaya meningkatkan kualitas dan inovasi produk. Dengan demikian, UKM memiliki kemampuan untuk menghasilkan diversifikasi produk, sehingga tidak bertumpu pada produk-produk tradisional yang memiliki keunggulan komparatif, seperti pakaian jadi dan beberapa produk tekstil lainnya, barang barang jadi dari kulit, seperti alas kaki, dan dari

kayu, termasuk meubel/furnitur.

3 Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pelaku bisnis dalam memasarkan produknya. Buyer pada pasar ekspor menuntut persyaratan yang ketat dalam melakukan transaksi dengan eksportir. Pesanan yang diminta buyer cenderung menitikberatkan pada kesinambungan dan konsistensi ketersediaan produk.

Dalam memasarkan produknya, UKM seringkali dihadapkan pada kemampuan menyediakan produk sesuai dengan jumlah pesanan, sehingga terjadi kegagalan kontrak pesanan produk. Hal ini berkaitan dengan kapasitas produksi yang dimilikinya masih relatif rendah, padahal dari spesikasi produk sudah memenuhi keinginan buyer. Temuan lapang memperlihatkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan rendahnya kapasitas produksi UKM sampel. Faktorfakto tersebut antara lain ketersediaan modal (92,86 persen), ketersedian mesin/peralatan dan penguasaan teknologi (64,29 persen), ketersediaan bahan baku (42,86 persen) dan ketersediaan tenaga kerja terampil (14,29 persen).

Temuan lapang di atas mengindikasikan bahwa hambatan kapasitas produksi pada UKM masih terkait dengan akses UKM terhadap sumberdaya produktif, terutama sumber permodalan dan ketersediaan mesin/peralatan serta penguasaan teknologi. Hal tersebut makin menguatkan fenomena yang terjadi selama ini bahwa UKM dihadapkan pada faktor kritis yang bersifat klasik, yang belum bergeser dari waktu ke waktu, yakni permodalan dan teknis produksi. Karena itu, seyogianya fasilitasi untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing UKM, diarahkan pada peningkatan kemampuan UKM dalam mengatasi hambatan faktor-faktor tersebut.

4 Kelengkapan Dokumen Ekspor

Kelengkapan dokumen merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam melaksanakan kegiatan ekspor. Dalam hal ini UKM sampel memiliki kesulitan untuk memenuhinya, sehingga menghambat kegiatan ekspornya. Hambatan tersebut terutama berkaitan dengan sertifikasi produk (71,43 persen), letter of credit (57,14 persen), NPWP (43,29 persen), dan lainnya (28,57 persen).

Hambatan ini terjadi karena selama ini UKM tidak sungguh-sungguh untuk mengurus dokumen tersebut. Beberapa alasan yang dapat diidentiikasi sebagai penyebabnya adalah UKM merasakan kesulitan dalam memenuhi persyaratan dan prosedur yang memakan waktu relatif lama, dengan biaya yang cukup memberatkan. Karena itu, perlu upaya untuk mengurangi hambatan yang berkaitan dengan hal ini, yaitu dengan menerapkan persyaratan yang mudah, prosedur yang sederhana, dan biaya yang tidak memberatkan UKM.

5 Biaya Kegiatan Ekspor

Biaya yang tidak sedikit harus dikeluarkan dalam kegiatan ekspor, merupakan hambatan yang dialami UKM. Hal ini menjadi faktor yang menurunkan daya saing ekspor produk UKM karena harga jual produk menjadi relatif tinggi dibandingkan eksportir produk sejenis dari negara lain. Temuan lapang menunjukkan bahwa pengeluaran biaya dalam kegiatan ekspor, yang menjadi hambatan paling besar bagi UKM adalah justru komponen biaya lainnya (85,79 persen), yaitu berupa pungutan tidak resmi atau biaya siluman. Kemudian, biaya yang berkaitan dengan perizinan dan transportasi (71,43 persen) serta risiko atau jaminan produk sesuai pesanan (50,00 persen). Karena itu, seyogianya menjadi perhatian pihak terkait dalam membuat peraturan, yang memiliki konsekuensi biaya yang harus dibayar pelaku bisnis dalam kegiatan ekspor. Apabila hal ini dibiarkan terus terjadi, maka kegiatan ekspor, khususnya yang dilaksanakan oleh UKM, akan menjadi makin sulit karena makin rendahnya daya saing.


BAB III

PENUTUP


1. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah disajikan di muka, dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Kontribusi UKM dalam kegiatan ekspor masih relatif rendah dibandingkan dengan usaha besar dengan rasio 1:4, di mana sebagian besar bertumpu pada produk kerajinan dan barang seni, garmen, serta makanan dan minuman;

b. Faktor-faktor yang menjadi hambatan bagi UKM dalam kegiatan ekspor, secara berturut-turut dari derajat yang berat sampai ringan dalam beberapa aspek berikut :

1) Aksesibiltas terhadap sumberdaya produktif adalah pembiayaan dan pemasaran, jaringan bisnis, dan teknologi;

2) Spesifikasi produk adalah desain, kemasan, warna, dan bentuk;

3) Kapasitas produksi adalah ketersediaan modal, ketersedian mesin/peralatan dan penguasaan teknologi, ketersediaan bahan baku, dan ketersediaan tenaga kerja terampil;

4) Kelengkapan dokumen adalah sertifikasi produk, letter of credit, dan NPWP;

5) Biaya kegiatan ekspor adalah komponen biaya siluman, perizinan dan transportasi, serta risiko/jaminan produk sesuai pesanan.

2. SARAN

Hasil temuan lapang dan analisis yang relevan dengan berbagai aspek yang terkait dengan kegiatan ekspor produk UKM, terutama yang mempunyai implikasi terhadap kebijakan pemberdayaan UKM, dapat dilakukan dalam upaya peningkatan kapasitas dan daya saing UKM.

Beberapa upaya yang perlu dilakukan antara lain adalah :

a. Menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis UKM dalam kegiatan yang berkaitan dengan ekspor;

b Memberikan fasilitasi untuk meningkatkan kemampuan UKM dalam mengakses sumberdaya produktif, terutama yang berkaitan dengan aspekaspek yang memenuhi kriteria persyaratan mudah, prosedur atau mekanisme sederhana, dan biaya murah, sehingga dapat mereduksi pemborosan waktu dan biaya;

c. Memberikan fasilitasi dalam penumbuhan dan pengembangan sentrasentra bisnis UKM, yang berbasis bahan baku lokal dan berorientasi ekspor;

d. Menyelenggarakan pendampingan terhadap UKM oleh lembaga-lembaga yang profesional dan memiliki akses terhadap sumberdaya produktif, yang memiliki kompetensi dalam aspek pembiayaan, pemasaran, teknologi, informasi, dan desain produk;

e. Menumbuhkan dan mengembangkan jaringan bisnis UKM dalam kegiatan ekspor, dalam rangka mengembangkan kapasitas UKM dan daya saing produknya;

f. Memberikan fasilitasi dalam mempromosikan produk UKM, melalui jalur diplomasi, temu bisnis, dan pameran, baik pada event bilateral maupun multilateral, yang dirancang secara berkesinambungan dengan mempertimbangkan kaidah efektivitas dan produktivitas;

g. Menyediakan informasi yang representatif sesuai dengan kebutuhan UKM dalam kegiatan ekspor, antara lain yang berkaitan dengan pembiayaan, pasar, dokumen/perizinan, teknologi, promosi, dan pelatihan.



DAFTAR PUSTAKA


Erwin Elias. 2004. Hambatan dan Masalah Jaringan Produk Potensial Ekspor UKM. Makalah dalam Diskusi Panel Pengembangan UKM dalam Kegiatan Ekspor, 21 September 2004, Hotel Bumi Karsa, Jakarta.

Hardono. 2004. Faktor-Faktor yang Menghambat Bisnis Ekspor UKM. Makalah dalam Diskusi Panel Pengembangan UKM dalam Kegiatan Ekspor, 21 September 2004, Hotel Bumi Karsa, Jakarta.

Neddy Rafinaldy. 2004. Upaya dan Strategi Pengembangan UKM dalam Rangka Peningkatan Ekspor. Makalah.

WWW. Google.go.id