BAB 1
PENDAHULUAN
1. A. Latar Belakang
Salah satu titik awal kelahiran ilmu ekonomi makro adalah adanya permasalahan ekonomi jangka pendek yang tidak dapat diatasi oleh teori ekonomi klasik. Masalah jangka pendek ekonomi tersebut yaitu inflasi, pengangguran dan neraca pemba-yaran. Munculnya ekonomi makro dimulai dengan terjadinya depresi ekonomi Amerika Serikat pada tahun 1929. Depresi merupakan suatu malapetaka yang terjadi dalam ekonomi di mana kegiatan, produksi terhenti akibat adanya inflasi yang tinggi dan pada saat yang sama terjadi pengangguran yang tinggi pula.
Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Tingginya tingkat krisis yang dialami negri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya.
1.B Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan diatas, permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut :
¨ Apa itu inflasi, penggolongannya.
¨ Dampak inflasi
¨ Inflasi Indonesia, perkembangan dan sumber inflasi.
¨ Peranan Bank Sentral dan Pemerintah dalam mengatasi masalah inflasi.
1.C.Tujuan
Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
¨ Mengetahui tentang apa itu inflasi, dan jenisnnya.
¨ Mengetahui dampak dari inflasi.
¨ Mengetahui kondisi inflasi Indonesia, perkembangan dan sumbernya
¨ Mengetahui tindakan bank sentral dan pemerintah untuk mengatasi inflasi
1.D.Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain
ü Manfaat Praktis Hasil dari makalah ini diharapkan dapat menguak dan menambah pengetahuan serta informasi mengenai inflasi serta kebijakan bank sentral untuk mengatasinya
ü Manfaat Teoritis Bagi mahasiswa, makalah ini diharapkan dapat memperkaya wawasan .
BAB 11
ISI
11. A .Pengertian inflasi
Inflasi (inflation) adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga
umum yang berlangsung terus menerus. Dari pengertian tersebut maka apabila terjadi kenaikan harga hanya bersifat sementara, maka kenaikan harga yang sementara sifatnya tersebut tidak dapat dikatakan inflasi . Semua negara di dunia
selalu menghadapi permasalahan inflasi ini.
Oleh karena itu, tingkat inflasi yang terjadi dalam suatu negara merupakan salah satu ukuran untuk mengukur baik buruknya masalah eko-nomi yang dihadapi suatu negara. Bagi negara yang perekonomiannya baik, tingkat inflasi yang terjadi berkisar antara 2 sampai 4 persen per tahun. Tingkat inflasi yang berkisar antara 2 sampai 4 persen dikatakan tingkat inflasi yang rendah. Selanjut tingkat inflasi yang berkisar antara 7 sampai 10 persen dikatakan inflasi yang tinggi.Dan inflasi yang berada pada urutan paling atas yaitu hiper inflasi (hyper inflation) dimana tingkat inflasi sudah mencapai tingkatan yang sangat tinggi dan serius, masalah hiper inflasi ini pernah dialami oleh indonesia pada tahun 1966 dimana tingkat inflasinya mencapai 650 persen.
11.B Penggolongan Inflasi
Didasarkan pada faktor-faktor penyebab inflasi maka ada tiga jenis inflasi yaitu:
ü inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation) atau inflasi dari sisi permintaan (demand side inflation) adalah inflasi yang disebabkan karena adanya kenaikan permintaan agregat yang sangat besar dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa yang ditawarkan. Karena jumlah barang yang diminta lebih besar dari pada barang yang ditawarkan maka terjadi kenaikan harga. inflasi tarikan permintaan biasanya berlaku pada saat perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenagakerja penuh dan pertumbuhan eko-nomi berjalan dengan pesat (full employment and full capacity). Dengan tingkat pertumbuhan yang pesat/tinggi mendorong peningkatan permintaan sedangkan barang yang ditawarkan tetap karena kapasitas produksi sudah maksimal sehingga mendorong kenaikan harga yang terus menerus.
ü inflasi desakan biaya (Cost-push Inflation) atau inflasi dari sisi penawaran (supply side inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan tingkat produktivitas dan efisiensi, sehingga perusahaan mengurangi supply barang dan jasa. Peningkatan biaya produksi akan mendorong perusahaan menaikan harga barang dan jasa, meskipun mereka harus menerima resiko akan menghadapi penurunan permintaan terhadap barang dan jasa yang mereka produksi.
ü Sedangkan inflasi karena pengaruh impor adalah inflasi yang terjadi karena naiknya harga barang di negara-negara asal barang itu, sehingga terjadi kenaikan harga umum di dalam negeri.
11. C, Dampak inflasi
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2008 -atau delapan belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi. Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Banyak fonemana lain yang akan mungkin muncul dari dampak inflasi, terutama bagi “Negara berkembang seperti Indonesia” yang sangat rentang oleh gejolak linkaran ekonomi dunia, baik dari luar atau dari dalam negeri.
11. D .Inflasi Di Indonesia
Banyak study mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukan bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi negara-negara berkembang seperti “Indonesia” pada umumnya yang masih bercorak agraris. Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal panen, atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri, misalnya memburuknya term of trad, utang luar negeri dan kurs valuta asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. Fenomena struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau kendala struktural dalam perekonomian di negara berkembang, sering disebut dengan structural bottlenecks, Strucktural bottleneck.
11.D. 1 Perkembangan inflasi di Indonesia
Seperti halnya yang terjadi pada negara-negara berkembang pada umumnya, fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai “penyakit ekonomi makro” yang meresahkan pemerintah terlebih bagi masyarakat. Memang, menjelang akhir pemerintahan Orde Baru (sebelum krisis moneter) angka inflasi tahunan dapat ditekan sampai pada single digit, tetapi secara umum masih mengandung kerawanan jika dilihat dari seberapa besar prosentase kelompok masyarakat golongan miskin yang menderita akibat inflasi. Lebih-lebih setelah semakin berlanjutnya krisis moneter yang kemudian diikuti oleh krisis ekonomi, yang menjadi salah satu dari penyebab jatuhnya pemerintahan Orde Baru, angka inflasi cenderung meningkat pesat.
11.D.2 Sumber inflasi di indonesia
Apabila ditelaah lebih lanjut, terdapat beberapa faktor utama yang menjadi
penyebab timbulnya inflasi di Indonesia, yaitu :
Jumlah uang beredar, Menurut sudut pandang kaum moneteris jumlah uangberedar adalah faktor utama yang dituding sebagai penyebab timbulnya inflasi di setiap negara, tidak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia jumlah uang beredar ini lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow money ( M1 ). Hal ini terjadi karena masih adanya anggapan, bahwa uang kuasi hanya merupakan bagian dari likuiditas perbankan.
Defisit Anggaran Belanja Pemerintah,Seperti halnya yang umum terjadi pada negara berkembang, anggaran belanja pemerintah Indonesia pun sebenarnya mengalami defisit, meskipun Indonesia menganut prinsip anggaran berimbang. Defisitnya anggaran belanja ini banyak kali disebabkan oleh hal-hal yang menyangkut ketegaran struktural ekonomi Indonesia, yang acapkali menimbulkan kesenjangan antara kemauan dan kemampuan untuk membangun.
Jika Dilihat dari sisi harga barang, Indonesia pun masih belum aman dari potensi tekanan inflasi. Ada beberapa risiko gejolak ekonomi, yang mungkin menyebabkan tekanan terhadap laju inflasi tahun 2008.
pertama, proses konsolidasi pasar finansial global terkait dampak krisis subprime mortgage masih belum dapat dipastikan mereda.
Kedua, risiko terkait kenaikan harga minyak dunia.
Ketiga, potensi peningkatan permintaan konsumsi minyak domestik di atas asumsi, terutama yang dipicu tingginya disparitas harga BBM bersubsidi dengan BBM nonsubsidi maupun harga BBM di negara tetangga.
Keempat, kemampuan produksi minyak domestik yang tidak sesuai target. Kelima, persepsi pelaku ekonomi terhadap prospek kesinambungan fiskal dan prospek perekonomian secara keseluruhan terkait dampak kenaikan harga minyak dunia. Kelima risiko itu merupakan ancaman yang bisa membebani pencapaian target inflasi pada 2008 yang ditetapkan 5 persen dengan deviasi 1 persen..
11. E. Kebijakan BI dan Pemerintah Mengatasi Inflasi
Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
kebijakan Target Inflasi, merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya pemulihan kondisi ekonomi nasional. Dalam hal ini Bank Indonesia selaku bank sentral menetapkan target laju inflasi untuk periode jangka waktu tertentu. Dengan demikian, kebijakan target inflasi lebih berorientasi ke depan (forward looking) dibanding kebijakan-kebijakan moneter sebelumnya (yang oleh BI disebut juga kebijakan konvensional). Tidak seperti halnya kebijakan moneter konvensional yang senantiasa mempergunakan target antara besaran moneter, dalam target inflasi diperggunakan proyeksi inflasi. Kalaupun harus mempergunakan target antara, biasanya akan digunakan tingkat bunga jangka pendek.
Adapun langkah Kebijakan lain yang dilakukan yaitu, berupa solusi pencegah laju inflasi, yang didasarkan pada lima poin:
Pertama, kemampuan dalam menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan (output gap).
Kedua, menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.
Ketiga, menjaga agar ekspektasi inflasi berada pada level yang rendah.
Keempat, meminimalisasikan dampak administered price.
Kelima, menjaga ,kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi volatile food.
Obat ini hanya bisa diterapkan jika pemerintah dan Bank Indonesia benar-benar satu kata dan bekerja sama menekan laju inflasi. Inflasi harus menjadi perhatian utama karena merupakan potret yang terjadi di tengah masyarakat. Semakin tinggi laju inflasi, maka semakin rendah kesejahteraan masyarakat, karena nilai setiap sen uang yang dipegang orang terus menurun.dan daya beli akan melorot.
BAB 111
PENUTUP
III.A Kesimpulan
¨ Inflasi (inflation) adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga
umum yang berlangsung terus menerus.
¨ Indonesia sebagi negara-negara berkembang struktur ekonomi pada umumnya yang masih bercorak agraris. Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal panen, atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri, misalnya memburuknya term of trad, utang luar negeri dan kurs valuta asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik.da
¨ Bank sentral umumnya mengandalikan jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga.
¨ Kondisi perekonomian Indonesia yang terpuruk akibat krisis memerlukan upaya pemulihan dengan menggunakan kebijakan moneter. Kebijakan yang diterapkan berupa inflation targeting yang telah berhasil mengentaskan problem inflasi di berbagai negara di dunia
111. B Saran
¨ Bank Sentral dalam menerapkan kebijakam target inflasi, agar berkompeten dan dapat menanggulangi dan menetapkan persentase tingkat inflasi yang menguntungkan bagi pembangunan perekonomian Negara.
¨ Pemerintah dan Bank Indonesia benar-benar satu kata dan bekerja sama menekan laju inflasi. Inflasi harus menjadi perhatian utama karena merupakan potret masyarakat suatu Negara, dengan semakin tinggi inflasi suatu Negara makin, makan rendah kesejahteraan masyarakat suatu Negara.
Daftar Pustaka
http:// Google.com, www.sipoel.unimed.in/file.com
http:// Google.com, www.Kompas.com.
http:// Google.com. www.puslit.petra.ac.id.
http:// Google.com. www.wikipedia.com, “Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas”
0 Response to "Makalah Ekonomi Makro"
Posting Komentar