PERMASALAHAN SDM INDONESIA DALAM PERSAINGAN GLOBAL
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATA KULIAH EKONOMI SUMBER DAYA MANUSIA
Oleh :
Joni Fernandes
85003/07
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya .
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak – pihak yang telah membantu penulis dalam proses penulisan makalah ini :
Bapak dosen mata kuliah Ekonomi sumber daya manusia yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis .
Orang tua penulis yang senantiasa memberikan dukungan baik moril maupun materil .
Teman – teman penulis yang telah memberikan dukungan dan semangat .
Selanjutnya kepada pihak – pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu .
Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis buat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan juga saran demi kesempurnaan tulisan ini .
Padang , 20 Desember 2008
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG 1
TUJUAN PEMBAHASAN 1
BAB II PEMBAHASAN 2
BAB III PENUTUP 12
BAB I
A. PENDAHULUAN
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan anggota keluarganya.
Maka dari itu penulis tertarik mengangkat judul, “PERMASALAHAN SDM INDONESIA DALAM PERSAINGAN GLOBAL”, dengan tujuan agar mampu memberi solusi atas masalah-masalah yang ada pada angkatan kerja, dan memungkinkan terciptanya lapangan kerja baru, sehingga meningkatkan pendapatan nasional dan mengurangi pengangguran.
B.TUJUAN PEMBAHASAN
1.memberikan gambaran keadaan tenaga kerja indonesia sekarang ini
2. dengan mengetahui masalah ketenaga kerjaan, kita akan mudah untuk menentukan kebijakan apa yang akan kita pakai nantinya
BAB II PEMBAHASAN
A. KONDISI SUMBER DAYA MANUSIA INDONESIA
Sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan. Dalam kaitan tersebut setidaknya KITA HARUS TAU KONDISI sumber daya manusia indonesia sat sekarang ini dan permasalahan apa yang dialami indonesia mengenai sdm nya. Kurang lebih permasalahan SDM indonesia adalah:
Pertama adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta
Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2 %. masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi
Ketiga Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia. Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.
keempat lemahnya perguruan tinggi dalm menciptakan SDM yang handal frofesional dan punya daya saing tinggi. Ini ditandai dengan Fenomena meningkatnya angka pengangguran sarjana.. hal tersebut merupakan kritik bagi perguruan tinggi, karena ketidakmampuannya dalam menciptakan iklim pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa.
Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM dalam menghadapi persaingan ekonomi global.
Kelima belum adnya kesadaran bagi pemerintah bangsa Indonesia untuk memperbai SDM indonesia. Ini dilihat dari Rendahnya alokasi APBN untuk sektor pendidikan -- tidak lebih dari 12% -- pada peme-rintahan di era reformasi. Ini menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas. Sekarang bukan saatnya lagi Indonesia membangun perekonomian dengan kekuatan asing. Tapi sudah seharusnya bangsa Indonesia secara benar dan tepat memanfaatkan potensi sumberdaya daya yang dimiliki (resources base) dengan kemampuan SDM yang tinggi sebagai kekuatan dalam membangun perekonomian nasional
B. PERBAIKAN IKLIM KETENAGA KERJAAN
Dengan memperhatikan kondisi permasalahan ketenagakerjaan tersebut, Pemerintah harus melakukan perbaikan iklim ketenagakerjaan. Iklim ketenagakerjaan yang semakin baik merupakan salah satu upaya untuk mendorong iklim investasi. Dengan demikian, investasi dapat tumbuh dan membuka kesempatan kerja baru bagi masyarakat Indonesia. Berkaitan dengan perbaikan iklim ketenagakerjaan, kebijakan yang ditempuh adalah sebagai berikut:
Pertama, kebijakan pasar kerja yang lebih luwes terus diupayakan melalui penyempurnaan dan perbaikan peraturan ketenagakerjaan, peningkatan fungsi lembaga bipartit dalam pelaksanaan negosiasi hubungan industrial agar suasana yang seimbang dalam perundingan antara pekerja dan pemberi kerja dapat tercipta.
Kedua, dalam rangka mempersiapkan tenaga kerja memasuki pasar kerja, kualitas dan produktivitas tenaga kerja ditingkatkan antara lain dengan mengembangkan standar kompetensi kerja dan sistem sertifikasi kompetensi tenaga kerja, menyelenggarakan pelatihan kerja berbasis kompetensi, dan meningkatkan keterampilan para penganggur.
Ketiga, dalam rangka memberikan akses pekerjaan kepada para penganggur, program pemerintah yang dapat menciptakan kesempatan kerja harus disempurnakan, serta didukung oleh pengembangan pusat-pusat pelayanan informasi ketenagakerjaan melalui bursa kerja on-line (BKOL). Bagi tenaga kerja yang ingin bekerja ke luar negeri, pemerintah terus menyempurnakan sistem dan mekanisme penempatan dan perlindungan TKI.
C LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPAI
Langkah kebijakan yang ditempuh dilaksanakan melalui program ketenagakerjaan, yaitu, sebagai berikut,
Pertama, Program Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja, adalah dengan:
(1) menyempurnakan peraturan ketenagakerjaan;
(2) meng konsolidasikan program penciptaan kesempatan kerja;
(3) mengembangkan pusat pelayanan informasi ketenagakerjaan;
(4) meningkatkan pelayanan TKI ke luar negeri dengan murah, mudah, dan cepat;
(5) melakukan kerja sama pembangunan sistem informasi terpadu pasar kerja luar negeri; dan
(6) meningkatkan fungsi perwakilan RI dalam perlindungan TKI ke luar negeri.
Kedua, Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja, adalah dengan:
(1) meningkatkan program pelatihan berbasis kompetensi;
(2) meningkatkan fungsi dan revitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK) menjadi lembaga pelatihan berbasis kompetensi;
(3) meningkatkan profesionalisme tenaga kepelatihan dan instruktur BLK;
(4) meningkatkan dan memperbaiki sarana dan prasarana BLK;
(5) menyelenggarakan program pelatihan pemagangan dalam negeri dan luar negeri;
(6) memfasilitasi lembaga pendidikan dan pelatihan kerja;
(7) menyusun dan mengembangkan standar kompetensi kerja nasional;
(8) mengharmonisasikan regulasi standardisasi dan sertifikasi kompetensi;
(9) mempercepat pengakuan/rekognisi sertifikat kompetensi tenaga kerja;
(10) menguatkan kelembagaan BNSP; dan
(11)mengembangka kelembagaan produktivitas dan pelatihan kewirausahaan.
Ketiga, Program Perlindungan dan Pengembangan Lembaga Tenaga Kerja dilakukan dengan:
(1) mendorong pelaksanaan negosiasi bipartit antara serikat pekerja dan pemberi kerja;
(2) meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga pengawas hubungan industrial;
(3) menyeberluaskan pemahaman dan penyamaan persepsi tentang peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan;
(4) meningkatkan pengawasan, perlindungan dan penegakan hukum serta keselamatan dan kesehatan kerja;
(5) membina syarat kerja dan kesejahteraan pekerja;
(6) mengembangkan jaminan sosial tenaga kerja; dan
(7) mengurangi pekerja anak dalam rangka menunjang program keluarga harapan (PKH).
Program Perluasan dan Pengembangan Kesempatan
Kerja. Kegiatan yang dilakukan antara lain dengan kegiatan sebagai berikut.
(1) Penyederhanaan prosedur pemberian visa dan izin tinggal bagi investor/tenaga kerja asing dalam upaya mempercepat proses pemberian izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA) dari sebelumnya 4 hari kerja menjadi 3 hari kerja dan pemberian kewenangan perpanjangan IMTA kepada daerah;
(2) Pemberdayaan masyarakat, khususnya penganggur dan setengah penganggur melalui pemberian peluang pekerjaan kepada lebih dari 1,0 juta orang penganggur/setengah penganggur. Kegiatan yang dilakukan antara lain: (a)
pembangunan infrastruktur skala kecil di beberapa kabupaten/kota, daerah tertinggal, dan lokasi musibah bencana alam serta kantong-kantong pengangguran dan kemiskinan melalui kegiatan padat karya produktif; (b) penerapan teknologi tepat guna untuk membantu usaha skala mikro/kecil/perorangan; (c) pembinaan wirausaha baru; dan (d) pendampingan usaha mandiri;
(3) Penyelenggaraan job fair dengan menempatkan tenaga kerja lebih dari 100.000 orang dan penyelenggaraan bursa kerja di daerah dengan menempatkan pekerja di perusahaan dan penempatan ke beberapa daerah yang membutuhkan lebih dari 1,0 juta orang, serta penempatan tenaga kerja penyandang cacat lebih dari 3.000 orang.
Untuk memfasilitasi TKI ke luar negeri, langkah-langkah yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.
(1) Penempatan TKI ke luar negeri untuk pekerja lebih dari 2,0 juta orang. Penempatan di kawasan Asia Pasifik sekitar 1,0 juta orang, kawasan Timur Tengah dan Afrika lebih dari 900.000, dan kawasan Eropa dan Amerika sekitar 200.000;
(2) Fasilitasi penyelesaian permasalahan TKI melalui advokasi dan pembinaan. Kasus yang sudah diselesaikan sekitar 80 persen;
(3) Pelayanan penempatan melalui job fair di 12 lokasi serta membangun bursa kerja online di 25 lokasi provinsi/kabupaten/kota untuk mengakses peluang kerja ke luar negeri;
(4) Pendaftaran ulang perusahaan pelaksana penempatan TKI swasta sebanyak 447 perusahaan, penerbitan kembali surat izin penempatan bagi 370 perusahaan, dan mencabut izin perusahaan penempatan TKI yang tidak memenuhi syarat sebanyak 104 perusahaan;
(5) Pembentukan atase ketenagakerjaan untuk 6 atase
ketenagakerjaan yaitu di Malaysia, Hongkong, Riyadh, Jeddah, Abu Dhabi, dan Kuwait; dan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan negara Yordania, Kuwait, Qatar, dan Syria.
Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja. dilakukan antara lain dengan kegiatan sebagai.
(1) Pelatihan kerja bagi 184.548 orang, meliputi pelatihan berbasis kompetensi 25.130 orang, berbasis lokal 71.289 orang, subsidi program 69.129 orang, pemagangan dalam negeri 6.949 orang, pemagangan luar negeri 7.130 orang, dan kewirausahaan 4.615 orang. Sekitar 147.393 orang atau 80 persen dari peserta pelatihan dapat terserap di berbagai sektor/dunia usaha,
(2) Revitalisasi BLK menjadi lembaga pelatihan berbasis kompetensi secara bertahap dilakukan dengan mengembangkan sarana dan prasarana pelatihan, peremajaan peralatan pelatihan, pendidikan dan pelatihan instruktur, pengembangan standar kompetensi kerja nasional, dan peningkatan kualitas manajemen BLK. Salah satu hasil terpenting revitalisasi BLK adalah fasilitasi peralatan tempat uji kompetensi (TUK) untuk 7 kejuruan di 6 BLK,
(3) Pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan profesionalisme instruktur sebanyak 3.064 orang,
(4) Rehabilitasi sarana fisik 5 BLK unit pelaksana teknis daerah, dan pembangunan BLK baru di beberapa provinsi, yaitu Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Sumatera Utara, dan Provinsi Sulawesi Tengah,
(5) Penetapan 80 Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) mencakup sektor pertanian dan perikanan (11 SKKNI), minyak dan gas (migas) dan listrik (16 SKKNI), industri manufaktur (10 SKKNI), pariwisata (4 SKKNI), keuangan perbankan (9 SKKNI), perhubungan dan telekomunikasi (7 SKKNI), kesehatan (3 SKKNI), konstruksi (1 SKKNI), dan jasa lainnya (19 SKKNI),
(6) Penguatan kelembagaan BNSP, antara lain dengan pelatihan asesor lisensi, asesor kompetensi, dan master assesor masing-masing sebanyak 177 orang, 2.973 orang dan 124 orang, serta pembentukan 27 lembaga sertifikasi profesi (LSP) berlisensi,
(7) Pengembangan kelembagaan produktivitas melalui kegiatan pengembangan kelembagaan produktivitas bagi 123 perusahaan, serta pembinaan dan pemberian penghargaan Paramakarya Produktivitas bagi 4 perusahaan kecil dan 5 perusahaan menengah yang berkinerja terbaik.
Program Perlindungan dan Pengembangan Lembaga nTenaga Kerja. dilakukan antara lain dengan kegiatan sebagai berikut.
(1) Dialog sosial melalui berbagai media atau forum tripartit antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah, serta mendorong harmonisasi antara pekerja dan pengusaha melalui forum bipartit,
(2) Penyederhanaan proses pengesahan peraturan perusahaanm dari 14 hari kerja menjadi 7 hari kerja dan proses pendaftaran perjanjian kerja bersama (PKB) dari 7 hari kerja menjadi 6 hari kerja dalam rangka upaya pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi Bidang Ketenagakerjaan,
(3) Sosialisasi peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan tentang pengawasan, jaminan sosial, perselisihan hubungan industrial, keselamatan dan kesehatan kerja di 33 provinsi,
(4) Pekerja dan perusahaan yang menjadi peserta jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) pada tahun 2007 berjumlah 7.941.017 pekerja peserta aktif, 15.788.933 pekerja nonaktif, 90.967 perusahaan aktif, dan 68.516 perusahaan non-aktif. Sampai dengan triwulan I tahun 2008 terdapat 306.416 pekerja dan 3.465 perusahaan yang menjadi peserta baru Jamsostek. Jangkauan perlindungan Jamsostek juga diperluas dari semula hanya bagi tenaga kerja yang bekerja dalam hubungan kerja menjadi tenaga kerja luar hubungan kerja. Pada tahun 2007 jumlah peserta Program Jamsostek Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja sebesar 148.266 peserta dan kemudian meningkat 9.253 peserta pada tahun 2008 menjadi 157.519 peserta.
(5) Pembentukan 31 pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri di seluruh Indonesia dan telah diresmikan secara keseluruhan di Padang pada tanggal 14 Januari 2006 oleh Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
(6) Pengangkatan 159 orang hakim ad-hoc pada pengadilan hubungan industrial dan Mahkamah Agung RI dengan Keputusan Presiden Nomor 31/M/Tahun 2006 tanggal 6 Maret 2006, pengangkatan 1.021 mediator, 230 konsiliator dan 60 arbitrer untuk membantu menyelesaikan perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan,
(7) Pembentukan peraturan perusahaan (PP) dan PKB yang sampai bulan Mei 2008 jumlahnya mencapai 39.603 unit PP dan 10.087 unit PKB,
(8) Peningkatan kemampuan pegawai teknis hubungan industrial dan human resources development (HRD) perusahaan mengenai penyusunan struktur dan skala upah yang diikuti 98 orang,
(9) Pembentukan 10.822 unit lembaga kerja sama (LKS) bipartit pada tahun 2007 dan jumlah tersebut meningkat 352 unit menjadi 11.234 unit LKS pada tahun 2008,
(10) Penanganan jumlah kasus perselisihan hubungan industrial selama Januari—Mei 2008 mencapai 432 kasus. Jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 1.533 orang. Dari 432 kasus tersebut, 271 kasus diselesaikan secara bipartit, 141 kasus secara mediasi, dan 20 kasus melalui pengadilan hubungan industrial,
(11) Penambahan personel pengawas ketenagakerjaan sebanyak 780 orang sehingga menjadi 1.952 pengawas ketenagakerjaan dan penambahan pegawai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) sebanyak 60 orang sehingga menjadi 535 orang PPNS sampai bulan Juni 2008,
(12) Pembinaan lembaga kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang terdiri 372 perusahaan jasa K3 dan 3.071 perusahaan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3), personel K3 yang terdiri atas 712 orang di tingkat ahli K3 dan 4.111 orang di tingkat operator, sertifikasi kompetensi personel keselamatan dan kesehatan kerja sebanyak 33.371 orang, pelatihan ahli kesehatan dan keselamatan kerja (K3) sebanyak 2.083 orang, dan pelatihan operator K3 sebanyak 2.076 orang,
(13) Pemberian penghargaan kepada perusahaan yang mempunyai kecelakaan nihil (zero accident) berjumlah 979 perusahaan,
(14) Pembentukan zona bebas pekerja anak di Kabupaten Kutai Kartanegara, pencegahan 10.245 anak untuk bekerja pada pekerjaan terburuk, dan penarikan pekerja anak dari pekerjaan terburuk,
(15) Perluasan pembentukan komite aksi dan rencana aksi penghapusan bentuk-bentuk pekerja terburuk untuk anak di 23 provinsi dan 78 kabupaten/kota, untuk mencegah anak yang bekerja pada pekerjaan terburuk bagi 29.863 anak
BAB III
KESIMPULAN
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.
Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain; perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan dalam proses ekspor impor, dll.
Untuk mengatasi banyaknya pengangguran terlebih dahulu kita harus memberi perhatian kepada anak-anak yang akan menjadi penerus bangsa ini. Pemerintah harusnya memberikan pendidikan yang baik, karena pendidikan di Indonesia masihlah banyak yang masih kurang dengan standar. Masih banyak bangunan sekolah yang tak layak dipergunakan, peralatan sekolah yang belum lengkap, dan lain-lain. Selain itu banyaknya penduduk miskin di Indonesia yang tidak menyekolahkan anak-anaknya karena masalah dana yang tidak mampu untuk mambayar biaya sekolah. Walaupun sudah mendapat BOS (Bantuan Oprasional Sekolah) dan Bea Siswa tetap saja tidak dapat untuk membeli peralatan belajar dan perlengkapan sekolah. Jadi pemerintah harus tanggap betapa pentingnya pendidikan itu.
B. KRITIK DAN SARAN
Demikianlah makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita bersama. Ibarat ”tak ada gading yang tak retak”, tentunya makalah ini jauh dari kesempurnaan maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan makalah selanjutnya. Terimakasih.
0 Response to "MAKALAH ESDM"
Posting Komentar